Kedisiplinan berasal dari kata
disiplin, disiplin menurut Slamet (2007: 215) dari akar kata “disciple” yang berarti belajar. Disiplin
kerja menurut Robbins dapat diartikan sebagai suatu sikap dan perilaku yang
dilakukan secara sukarela dengan penuh kesadaran dan kesediaan mengikuti
peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh organisasi atau atasan, baik
tertulis maupun tidak tertulis (Slamet, 2007: 215).
Menurut Siagian (2009: 305)
disiplin merupakan tindakan manajemen untuk mendorong para anggota organisasi
memenuhi tuntutan berbagai ketentuan (standar yang harus dipenuhi). Dengan
perkataan lain, pendisiplinan pegawai adalah suatu bentuk pelatihan yang
berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku karyawan
sehingga para karyawan tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara
kooperatif dengan para karyawan yang lain serta meningkatkan prestasi kerjanya.
Secara
umum, disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri
karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Disiplin meliputi
ketaatan dan hormat terhadap perjanjian yang dibuat antara pengelola pendidikan
dan guru. Dengan demikian, bila peraturan atau ketetapan yang ada dalam lembaga
pendidikan itu diabaikan atau sering dilanggar, maka guru mempunyai disiplin
yang buruk. Sebaliknya, bila guru tunduk pada ketetapan yang berlaku,
menggambarkan adanya kondisi disiplin yang baik. Disiplin juga berkaitan erat
dengan sanksi yang perlu dijatuhkan kepada pihak yang melanggar. Dalam hal
seorang guru melanggar peraturan yang berlaku dalam organisasi, maka guru
bersangkutan harus sanggup menerima hukuman yang telah disepakati (Sutrisno,
2013: 177).
Kedisiplinan menurut Hasibuan (2014: 193) adalah kesadaran
dan kesediaan seseorang menaati peratutan dan norma-norma sosial yang berlaku. Sementara
itu, menurut Simamora yang dikutip oleh Slamet (2007: 215-216), mendefinisikan
disiplin sebagai bentuk pengendalian diri pekerja, dan pelaksanaan yang teratur
dan menunjukkan kesungguhan tim kerja. Dengan demikian kedisiplinan merupakan
fungsi operatif manajemen sumber daya manusia yang terpenting, karena semakin
baik disiplin pekerja, maka akan semakin tinggi prestasi kerja yang dapat
dicapainya. Tanpa disiplin pekerja yang baik, sulit buat organisasi untuk
mencapai hasil yang optimal. Berdasarkan konteks tersebut dapat
dikemukakan bahwa disiplin merupakan arahan untuk melatih dan membentuk
seseorang melakukan sesuatu menjadi lebih baik. Oleh karena itu disiplin adalah
suatu proses yang dapat menumbuhkan perasaan seseorang untuk mempertahankan dan
meningkatkan tujuan organisasi secara obyektif, melalui kepatuhannya
menjalankan peraturan organisasi.
Kedisiplinan merupakan nilai-nilai yang menjadi bagian integral dari
suatu profesi seseorang harus memiliki setiap orang yang mempunyai pekerjaan. Kedisiplinan berasal dari kata “disiplin” yang berarti rajin, ulet, taat,
patuh, sedangkan pengertian kedisiplinan secara luas adalah sikap dan
nilai-nilai yang harus ditanamkan dan dilakukan oleh setiap individu yang
mempunyai pekerjaan agar tujuan yang hendak dicapai dapat tercapai. Dari
pengertian kedisiplinan tersebut, apabila kita hubungkan dengan profesi seorang
guru di sekolah maka kedisiplinan guru di sekolah mengandung arti bahwa sikap
dan nilai-nilai di sekolah agar proses belajar mengajar dapat berjalan lancar
sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai (Subliyanto, 2011: 1).
Berdasarkan
uraian di atas dapat diijelaskan bahwa kedisiplinan
guru adalah tingkah laku atau perilaku yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan
belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. kedisiplinan
kerja guru masing-masing berbeda-beda,
ada guru yang memiliki disiplin kerja yang tinggi, tetapi ada
pula guru yang memiliki kedisiplinan
yang rendah.
Siagian (2007: 305-306)
menyatakan ada dua jenis disiplin dalam organisasi, yaitu yang bersifat
preventif dan yang bersifat korektif.
a.
Pendisiplinan
Preventif
Pendisiplinan yang bersifat preventif
adalah tindakan yang mendorong para guru untuk taat kepada berbagai ketentuan
yang berlaku dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Artinya melalui
kejelasan dan penjelasan tentang pola sikap, tindakan dan perilaku yang
diinginkan dari setiap anggota organisasi diusahakan pencegahan jangan sampai
para guru berperilaku negatif. Dalam dunia pendidikan, khsususnya kedisiplinan
guru, dilakukan melalui tindakan (a) datang dan pulang tepat waktu, (b) masuk
dan keluar kelas tepat waktu, (c) mengajar sesuai RPP, (d) menggunakan metode
dan media pembelajaran yang sesuai, (e) menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran
dengan obyektif, dan (f) melaksanakan tugas lain dengan baik.
b.
Pendisiplinan
Korektif
Jika ada guru yang nyata-nyata
telah melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang berlaku atau gagal
memenuhi standar yang telah ditetapkan, kepadanya dikenakan sanksi disipliner.
Berat atau ringannya suatu sanksi tentunya tergantung pada bobot pelanggaran
yang telah terjadi. Pengenaan sanksi biasanya mengikuti prosedur yang sifatnya
hierarki.
Undang-undang nomor 14 tahun
2005 tentang Guru dan Dosen pasal 20, menjelaskan bahwa dimensi kedisiplinan
guru tertuang dalam kewajiban-kewajiban guru dalam bidang pembelajaran adalah:
(a) merencanakan pembelajaran, (b) melaksanakan proses pembelajaran yang
bermutu, dan (c) menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
Guru harus memahami tentang
disiplin-disiplin yang harus ditaatinya, kemudian mengimplementasikan ke dalam
kerjanya sehari-hari. Guru yang disiplin akan lebih dihormati dan ditaati oleh
peserta didik, sehingga akan lebih mudah membawa peserta didik mau dibawa
kemana sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Prinsip-prinsip untuk
menciptakan disiplin menurut Slamet (2007: 217-218) adalah suatu prinsip yang
harus diciptakan agar tegaknya disiplin dalam suatu organisasi. Prinsip-prinsip
yang harus diciptakan adalah:
1. Pemimpin mempunyai perilaku
positif. Untuk dapat menjalankan disiplin yang baik dan benar, seorang pemimpin
harus dapat menjadi peran sebagai model atau panutan bagi bawahannya. Oleh
karena itu seorang pimpinan harus dapat mempertahankan perilaku yang positif
sesuai dengan harapan staf.
2. Penelitian yang cermat. Dampak
dari tindakan indisipliner cukup serius, pimpinan harus memahami akibatnya.
Data dikumpulkan secara faktual, dapatkan informasi dari staf yang lain,
tanyakan secara pribadi rangkaian pelanggaran yang telah dilakukan, analisa,
dan bila perlu minta pendapat dari pimpinan lainnya.
3. Kesegeraan. Pimpinan harus peka
terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh bawaan sesegera mungkin dan harus
diatasi dengan cara yang bijaksana. Karena, bila dibiarkan menjadi kronis,
pelaksanaan disiplin yang akan ditegakkan dapat dianggap lemah, tidak jelas dan
akan mempengaruhi hubungan kerja dalam organisasi tersebut.
4. Lindungi kerahasiaan (privacy). Tindakan indisipliner akan
mempengaruhi ego staf, oleh karena itu akan lebih baik apabila permasalahan
didiskusikan secara pribadi, pada ruangan tersendiri dengan suasan yang rileks
dan tenang. Kerahasiaan harus tetap dijaga karena mungkin dapat mempengaruhi
masa depannya.
5. Fokus pada masalah. Pimpinan harus dapat melakukan penekanan pada
kesalahan yang dilakukan bawahan dan bukan pada pribadinya, kemukakan bahwa
kesalahan yang dilakukan tidak dapat dibenarkan.
6. Peraturan dijalankan secara
konsisten. Peraturan dijalankan secara konsisten, tanpa pilih kasih. Setiap pegawai
yang bersalah harus dibina sehingga mereka tidak merasa dihukum dan dapat
menerima sanksi yang dilakukan secara wajar.
7. Fleksibel. Tindakan disipliner ditetapkan apabila seluruh informasi
tentang pegawi telah dianalisa dan dipertimbangkan. Hal yang menjadi
pertimbangan antara lain adalah tingkat kesalahannya, prestasi pekerjaan yang
lalu, tingkat kemampuannya dan pengaruhnya terhadap organisasi.
8. Mengandung nasihat. Jelaskan secara bijaksana bahwa pelangaran yang dilakukan
tidak dapat diterima. File pegawai yang berisi catatan khusus dapat digunakan
sebagai acuan, sehingga mereka dapat memahami kesalahannya.
9. Tindakan konstruktif. Pimpinan harus yakin bahwa bawahan telah memahami
perilakunya bertentangan dengan tujuan organisasi dan jelaskan kembali
pentingnya peraturan untuk staf maupun organisasi. Upayakan agar staf dapat
merubah perilakunya sehingga tindakan indisipliner tidak terulang lagi.
10. Follow Up (Evaluasi).
Pimpinan harus secara cermat mengawasi dan menetapkan apakah perilaku bawahan
sudah berubah. Apabila perilaku bawahan tidak berubah, pimpinan harus melihat
kembali penyebabnya dan mengevaluasi kembali batasan akhir tindakan
indisipliner.
Prinsip disiplin di atas, juga
dapat diterapkan dalam mendisiplinkan guru, mulai dari teladan kepala sekolah
selaku pimpinan, dan akibat yang timbul akibat indisipliner yang dilakukan oleh
guru. Selain itu, evaluasi oleh kepala
sekolah terhadap kedisiplinan guru hendaknya dijalankan secara berkesinambungan
dengan tetap menjaga kerahasiaan sanksi yang diberikan kepada guru yang
indisipliner.
Tujuan disiplin menurut Slamet
(2007: 218-219) difokuskan untuk mengoreksi penampilan kerja agar peraturan
kerja dapat diberlakukan secara konsisten. Tidak bersifat menghakimi dalam
memberlakukan hukuman atas tindakan indisipliner. Guna mengatasi adanya
tindakan indisipliner, perlu adanya adanya proses untuk mengatasinya, yaitu
melalui bimbingan, teguran secara lisan, teguran secara tertulis, dan skors.
Setiap pentahapan dapat berhenti dalam setiap tahap saja. Hal ini dimungkinkan
kalau disiplin telah tercipta lagi.
Teguran secara lisan terbatas
dalam hal mengingatkan pegawai untuk kesalahan yang kecil dan baru pertama kali
dilakukan. Sebagai suatu tindakan koeksi, biasanya teguran dilakukan secara
pribadi dengan cara yang bersahabat dengan tetap memperhatikan situasi dan
kondisi lingkungan.
Teguran secara tertulis
dilakukan apabila pelanggaran diulangi kembali, tidak menunjukkan perbaikan
atau pelanggarannya cukup serius. Dalam teguran secara tertulis, harus
dicantumkan nama pegawai, nama pimpinan, permasalahannya, rencana perbaikan,
dan batas waktu perbaikan serta konskwensinya apabila pelanggaran diulangi.
Keputusan terakhir atau
terminasi dilakukan karena pimpinan melihat bahwa kesalahan yang dilakukan oleh
bawahan sudah sangat serius dan selama batas waktu perbaikan perilaku bawahan
tidak memperlihatkan perubahan. Keputusan terakhir biasanya dilakukan dengan
melibatkan pimpinan organisasi.
Tujuan disiplin tersebut
juga dapat digunakan pada guru dalam suatu sekolah yang melakukan tindakan
indisipliner. Di mana kepala sekolah dalam melaksanakan tujuan disiplin, dapat
melalui teguran secara lisan, teguran secara tertulis dan dapat melalui
tindakan dengan keputusan terakhir dengan skors dapat dilakukan dengan berbagai
cara tergantung pada tingkat kesalahannya maupun kebijakan dari institusi atau
organisasi.
Kedisiplinan adalah fungsi operatif keenam dari Manajemen Sumber
Daya Manusia. Kedisiplinan merupakan fungsi operatif MSDM yang terpenting karena
semakin baik disiplin seseorang, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat
dicapainya. Yang dimaksud dengan MSDM adalah suatu bidang manajemen yang khusus mempelajari hubungan dan
peranan manusia dalam organisasi perusahaan (Hasibuan, 2014: 10).
Disiplin yang baik mencerminkan
rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya .
hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan. Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua
peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku (Hasibuan 2005: 193).
Menurut Hasibuan,
indikator-indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan adalah:
1.
Tujuan dan
Kemampuan
Tujuan
dan Kamampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan seseorang. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal
serta cukup menantang bagi kemampuan seseorang. Hal ini berarti bahwa tujuan
(pekerjaan) yang dibebankan seseorang harus sesuai dengan kemampuan seseorang
bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya. Akan
tetapi, jika pekerjaan itu di luar kemampuannya atau jauh di bawah kemampuannya
maka kesungguhan akan disiplin seseorang rendah.
2.
Teladan Pimpinan
Teladan pimpinan sangat sangat berperan dalam manentukan
kedisiplinan seseorang karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para
bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur,
adil, serta sesuai kata dengan perbuatan. Jika teladan pimpinan kurang baik
(kurang berdisiplin), para bawahan pun akan kurang disiplin. Pimpinan jangan
mengharapkan kedisiplinan bawahannya baik jika diri sendiri kurang disiplin.
Pimpinan harus menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan diteladani
bawahannya. Hal inilah yang mengharuskan pimpinan mempunyai kedisiplinan yang
baik agar para bawahan pun mempunyai disiplin yang baik pula.
3.
Balas Jasa
Balas
jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan seseorang karena
balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan seseorang terhadap
perusahaan/pekerjaannya. Jika kecintaan seseorang
semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula.
Jadi balas jasa berperan penting untuk menciptakan kedisiplinan seseorang.
Artinya semakin besar balas jasa semakin baik kedisiplinan seseorang.
Sebaliknya, apabila balas jasa kecil kedisiplinan seseorang menjadi rendah.
Seseorang sulit untuk berdisiplin baik selama kebutuhan-kebutuhan primernya
tidak terpenuhi dengan baik.
4. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan seseorang, karena
ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan
sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam
pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan
seseorang yang baik. Dengan keadilan yang baik akan menciptakan kedisiplinan
yang baik pula. Jadi, keadilan harus diterapkan dengan baik.
5. Waskat
Waskat
adalah tindakan nyata dan efektif untuk mencegah/mengetahui kesalahan,
membetulkan kesalahan, memelihara kedisiplinan, meningkatkan prestasi kerja,
mengaktifkan peranan atasan dan bawahan, menggali sistem-sistem kerja yang
paling efektif, serta menciptakan system internal kontrol yang terbaik dalam
mendukung terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
6. Sanksi Hukuman
Sanksi
hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan seseorang. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, seseorang akan semakin
takut melanggar peraturan-peraturan, sikap, dan perilaku indisipliner seseorang
akan berkurag. Berat/ringannya sanksi hukuman yang akan diterapkan ikut
mempengaruhi baik/buruknya kedisiplinan seseorang. Sanksi hukuman yang
ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal, dan diinformasikan
secara jelas. Sanksi hukuman seharusnya tidak terlalu ringan atau terlalu berat
supaya hukuman itu tetap mendidik seseorang untuk mengubah perilakunya. Sanksi
hukuman hendaknya cukup wajar untuk setiap tingkatan yang indisipliner,
bersifat mendidik, dan menjadi alat motivasi untuk memelihara kedisiplinan.
7. Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi
kedisiplinan seseorang. Pimpinan harus berani dan tegas, bertindak untuk
menghukum setiap karyawan yang indisipliner akan disegani dan diakui
kepemimpinannya oleh bawahan. Dengan demikian, pimpinan akan dapat memelihara
kedisiplinan karyawannya. Sebaliknya apabila seorang pimpinan kurang tegas atau
tidak menghukum karyawan yang indisipliner, sulit baginya untuk memelihara
kedisiplinan bawahannya, bahkan sikap indisipliner karyawan semakin banyak
karena mereka beranggapan bahwa peraturan dan sanksi hukumannya tidak berlaku
lagi. Pimpinan yang tidak tegas menindak atau menghukum karyawan yang melanggar
peraturan, sebaliknya tidak usah membuat peraturan atau tata tertib.
8. Hubungan Kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara sesama karyawan ikut
menciptakan kedisiplinan yang baik. Hubungan yang bersifat vertikal maupun
horizontal yang terdiri dari direct
single relationship, direct group
relationship, dan cross relationship
hendaknya harmonis.