Sabtu, 09 Mei 2020

KEDISIPLINAN GURU


       Kedisiplinan berasal dari kata disiplin, disiplin menurut Slamet (2007: 215) dari akar kata “disciple” yang berarti belajar. Disiplin kerja menurut Robbins dapat diartikan sebagai suatu sikap dan perilaku yang dilakukan secara sukarela dengan penuh kesadaran dan kesediaan mengikuti peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh organisasi atau atasan, baik tertulis maupun tidak tertulis (Slamet, 2007: 215).
       Menurut Siagian (2009: 305) disiplin merupakan tindakan manajemen untuk mendorong para anggota organisasi memenuhi tuntutan berbagai ketentuan (standar yang harus dipenuhi). Dengan perkataan lain, pendisiplinan pegawai adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku karyawan sehingga para karyawan tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan para karyawan yang lain serta meningkatkan prestasi kerjanya.
       Secara umum, disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Disiplin meliputi ketaatan dan hormat terhadap perjanjian yang dibuat antara pengelola pendidikan dan guru. Dengan demikian, bila peraturan atau ketetapan yang ada dalam lembaga pendidikan itu diabaikan atau sering dilanggar, maka guru mempunyai disiplin yang buruk. Sebaliknya, bila guru tunduk pada ketetapan yang berlaku, menggambarkan adanya kondisi disiplin yang baik. Disiplin juga berkaitan erat dengan sanksi yang perlu dijatuhkan kepada pihak yang melanggar. Dalam hal seorang guru melanggar peraturan yang berlaku dalam organisasi, maka guru bersangkutan harus sanggup menerima hukuman yang telah disepakati (Sutrisno, 2013: 177).
       Kedisiplinan menurut Hasibuan (2014: 193) adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati peratutan dan norma-norma sosial yang berlaku. Sementara itu, menurut Simamora yang dikutip oleh Slamet (2007: 215-216), mendefinisikan disiplin sebagai bentuk pengendalian diri pekerja, dan pelaksanaan yang teratur dan menunjukkan kesungguhan tim kerja. Dengan demikian kedisiplinan merupakan fungsi operatif manajemen sumber daya manusia yang terpenting, karena semakin baik disiplin pekerja, maka akan semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin pekerja yang baik, sulit buat organisasi untuk mencapai hasil yang optimal. Berdasarkan konteks tersebut dapat dikemukakan bahwa disiplin merupakan arahan untuk melatih dan membentuk seseorang melakukan sesuatu menjadi lebih baik. Oleh karena itu disiplin adalah suatu proses yang dapat menumbuhkan perasaan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan tujuan organisasi secara obyektif, melalui kepatuhannya menjalankan peraturan organisasi.
       Kedisiplinan merupakan nilai-nilai yang menjadi bagian integral dari suatu profesi seseorang harus memiliki setiap orang yang mempunyai pekerjaan. Kedisiplinan berasal dari kata “disiplin” yang berarti rajin, ulet, taat, patuh, sedangkan pengertian kedisiplinan secara luas adalah sikap dan nilai-nilai yang harus ditanamkan dan dilakukan oleh setiap individu yang mempunyai pekerjaan agar tujuan yang hendak dicapai dapat tercapai. Dari pengertian kedisiplinan tersebut, apabila kita hubungkan dengan profesi seorang guru di sekolah maka kedisiplinan guru di sekolah mengandung arti bahwa sikap dan nilai-nilai di sekolah agar proses belajar mengajar dapat berjalan lancar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai (Subliyanto, 2011: 1).
       Berdasarkan uraian di atas dapat diijelaskan bahwa kedisiplinan guru adalah tingkah laku atau perilaku yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. kedisiplinan kerja guru masing-masing  berbeda-beda, ada guru yang memiliki disiplin kerja yang tinggi, tetapi ada pula guru yang memiliki kedisiplinan yang rendah.
       Siagian (2007: 305-306) menyatakan ada dua jenis disiplin dalam organisasi, yaitu yang bersifat preventif dan yang bersifat korektif.
a.     Pendisiplinan Preventif
       Pendisiplinan yang bersifat preventif adalah tindakan yang mendorong para guru untuk taat kepada berbagai ketentuan yang berlaku dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Artinya melalui kejelasan dan penjelasan tentang pola sikap, tindakan dan perilaku yang diinginkan dari setiap anggota organisasi diusahakan pencegahan jangan sampai para guru berperilaku negatif. Dalam dunia pendidikan, khsususnya kedisiplinan guru, dilakukan melalui tindakan (a) datang dan pulang tepat waktu, (b) masuk dan keluar kelas tepat waktu, (c) mengajar sesuai RPP, (d) menggunakan metode dan media pembelajaran yang sesuai, (e) menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran dengan obyektif, dan (f) melaksanakan tugas lain dengan baik.
b.    Pendisiplinan Korektif
       Jika ada guru yang nyata-nyata telah melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang berlaku atau gagal memenuhi standar yang telah ditetapkan, kepadanya dikenakan sanksi disipliner. Berat atau ringannya suatu sanksi tentunya tergantung pada bobot pelanggaran yang telah terjadi. Pengenaan sanksi biasanya mengikuti prosedur yang sifatnya hierarki.
       Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 20, menjelaskan bahwa dimensi kedisiplinan guru tertuang dalam kewajiban-kewajiban guru dalam bidang pembelajaran adalah: (a) merencanakan pembelajaran, (b) melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, dan (c) menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
       Guru harus memahami tentang disiplin-disiplin yang harus ditaatinya, kemudian mengimplementasikan ke dalam kerjanya sehari-hari. Guru yang disiplin akan lebih dihormati dan ditaati oleh peserta didik, sehingga akan lebih mudah membawa peserta didik mau dibawa kemana sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
       Prinsip-prinsip untuk menciptakan disiplin menurut Slamet (2007: 217-218) adalah suatu prinsip yang harus diciptakan agar tegaknya disiplin dalam suatu organisasi. Prinsip-prinsip yang harus diciptakan adalah:
1. Pemimpin mempunyai perilaku positif. Untuk dapat menjalankan disiplin yang baik dan benar, seorang pemimpin harus dapat menjadi peran sebagai model atau panutan bagi bawahannya. Oleh karena itu seorang pimpinan harus dapat mempertahankan perilaku yang positif sesuai dengan harapan staf.
2.  Penelitian yang cermat. Dampak dari tindakan indisipliner cukup serius, pimpinan harus memahami akibatnya. Data dikumpulkan secara faktual, dapatkan informasi dari staf yang lain, tanyakan secara pribadi rangkaian pelanggaran yang telah dilakukan, analisa, dan bila perlu minta pendapat dari pimpinan lainnya.
3.  Kesegeraan. Pimpinan harus peka terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh bawaan sesegera mungkin dan harus diatasi dengan cara yang bijaksana. Karena, bila dibiarkan menjadi kronis, pelaksanaan disiplin yang akan ditegakkan dapat dianggap lemah, tidak jelas dan akan mempengaruhi hubungan kerja dalam organisasi tersebut.
4.  Lindungi kerahasiaan (privacy). Tindakan indisipliner akan mempengaruhi ego staf, oleh karena itu akan lebih baik apabila permasalahan didiskusikan secara pribadi, pada ruangan tersendiri dengan suasan yang rileks dan tenang. Kerahasiaan harus tetap dijaga karena mungkin dapat mempengaruhi masa depannya.
5. Fokus pada masalah. Pimpinan harus dapat melakukan penekanan pada kesalahan yang dilakukan bawahan dan bukan pada pribadinya, kemukakan bahwa kesalahan yang dilakukan tidak dapat dibenarkan.
6.  Peraturan dijalankan secara konsisten. Peraturan dijalankan secara konsisten, tanpa pilih kasih. Setiap pegawai yang bersalah harus dibina sehingga mereka tidak merasa dihukum dan dapat menerima sanksi yang dilakukan secara wajar.
7. Fleksibel. Tindakan disipliner ditetapkan apabila seluruh informasi tentang pegawi telah dianalisa dan dipertimbangkan. Hal yang menjadi pertimbangan antara lain adalah tingkat kesalahannya, prestasi pekerjaan yang lalu, tingkat kemampuannya dan pengaruhnya terhadap organisasi.
8. Mengandung nasihat. Jelaskan secara bijaksana bahwa pelangaran yang dilakukan tidak dapat diterima. File pegawai yang berisi catatan khusus dapat digunakan sebagai acuan, sehingga mereka dapat memahami kesalahannya.
9. Tindakan konstruktif. Pimpinan harus yakin bahwa bawahan telah memahami perilakunya bertentangan dengan tujuan organisasi dan jelaskan kembali pentingnya peraturan untuk staf maupun organisasi. Upayakan agar staf dapat merubah perilakunya sehingga tindakan indisipliner tidak terulang lagi.
10. Follow Up (Evaluasi). Pimpinan harus secara cermat mengawasi dan menetapkan apakah perilaku bawahan sudah berubah. Apabila perilaku bawahan tidak berubah, pimpinan harus melihat kembali penyebabnya dan mengevaluasi kembali batasan akhir tindakan indisipliner.
       Prinsip disiplin di atas, juga dapat diterapkan dalam mendisiplinkan guru, mulai dari teladan kepala sekolah selaku pimpinan, dan akibat yang timbul akibat indisipliner yang dilakukan oleh guru.  Selain itu, evaluasi oleh kepala sekolah terhadap kedisiplinan guru hendaknya dijalankan secara berkesinambungan dengan tetap menjaga kerahasiaan sanksi yang diberikan kepada guru yang indisipliner.
       Tujuan disiplin menurut Slamet (2007: 218-219) difokuskan untuk mengoreksi penampilan kerja agar peraturan kerja dapat diberlakukan secara konsisten. Tidak bersifat menghakimi dalam memberlakukan hukuman atas tindakan indisipliner. Guna mengatasi adanya tindakan indisipliner, perlu adanya adanya proses untuk mengatasinya, yaitu melalui bimbingan, teguran secara lisan, teguran secara tertulis, dan skors. Setiap pentahapan dapat berhenti dalam setiap tahap saja. Hal ini dimungkinkan kalau disiplin telah tercipta lagi.
       Teguran secara lisan terbatas dalam hal mengingatkan pegawai untuk kesalahan yang kecil dan baru pertama kali dilakukan. Sebagai suatu tindakan koeksi, biasanya teguran dilakukan secara pribadi dengan cara yang bersahabat dengan tetap memperhatikan situasi dan kondisi lingkungan.
       Teguran secara tertulis dilakukan apabila pelanggaran diulangi kembali, tidak menunjukkan perbaikan atau pelanggarannya cukup serius. Dalam teguran secara tertulis, harus dicantumkan nama pegawai, nama pimpinan, permasalahannya, rencana perbaikan, dan batas waktu perbaikan serta konskwensinya apabila pelanggaran diulangi.
       Keputusan terakhir atau terminasi dilakukan karena pimpinan melihat bahwa kesalahan yang dilakukan oleh bawahan sudah sangat serius dan selama batas waktu perbaikan perilaku bawahan tidak memperlihatkan perubahan. Keputusan terakhir biasanya dilakukan dengan melibatkan pimpinan organisasi.
          Tujuan disiplin tersebut juga dapat digunakan pada guru dalam suatu sekolah yang melakukan tindakan indisipliner. Di mana kepala sekolah dalam melaksanakan tujuan disiplin, dapat melalui teguran secara lisan, teguran secara tertulis dan dapat melalui tindakan dengan keputusan terakhir dengan skors dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung pada tingkat kesalahannya maupun kebijakan dari institusi atau organisasi.
       Kedisiplinan adalah fungsi operatif keenam dari Manajemen Sumber Daya Manusia. Kedisiplinan merupakan fungsi operatif MSDM yang terpenting karena semakin baik disiplin seseorang, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Yang dimaksud dengan MSDM adalah suatu bidang manajemen yang khusus mempelajari hubungan dan peranan manusia dalam organisasi perusahaan (Hasibuan, 2014: 10).
       Disiplin yang baik mencerminkan rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya . hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan. Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku (Hasibuan 2005: 193).
       Menurut Hasibuan, indikator-indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan adalah:
1.    Tujuan dan Kemampuan
       Tujuan dan Kamampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan seseorang. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan seseorang. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan seseorang harus sesuai dengan kemampuan seseorang bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya. Akan tetapi, jika pekerjaan itu di luar kemampuannya atau jauh di bawah kemampuannya maka kesungguhan akan disiplin seseorang rendah.
2.    Teladan Pimpinan
        Teladan pimpinan sangat sangat berperan dalam manentukan kedisiplinan seseorang karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan. Jika teladan pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), para bawahan pun akan kurang disiplin. Pimpinan jangan mengharapkan kedisiplinan bawahannya baik jika diri sendiri kurang disiplin. Pimpinan harus menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan diteladani bawahannya. Hal inilah yang mengharuskan pimpinan mempunyai kedisiplinan yang baik agar para bawahan pun mempunyai disiplin yang baik pula.
3.    Balas Jasa
       Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan seseorang karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan seseorang terhadap perusahaan/pekerjaannya. Jika kecintaan seseorang semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula. Jadi balas jasa berperan penting untuk menciptakan kedisiplinan seseorang. Artinya semakin besar balas jasa semakin baik kedisiplinan seseorang. Sebaliknya, apabila balas jasa kecil kedisiplinan seseorang menjadi rendah. Seseorang sulit untuk berdisiplin baik selama kebutuhan-kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik.
4. Keadilan
       Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan seseorang, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan seseorang yang baik. Dengan keadilan yang baik akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula. Jadi, keadilan harus diterapkan dengan baik.
5.  Waskat
       Waskat adalah tindakan nyata dan efektif untuk mencegah/mengetahui kesalahan, membetulkan kesalahan, memelihara kedisiplinan, meningkatkan prestasi kerja, mengaktifkan peranan atasan dan bawahan, menggali sistem-sistem kerja yang paling efektif, serta menciptakan system internal kontrol yang terbaik dalam mendukung terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
6. Sanksi Hukuman
       Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan seseorang. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, seseorang akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan, sikap, dan perilaku indisipliner seseorang akan berkurag. Berat/ringannya sanksi hukuman yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik/buruknya kedisiplinan seseorang. Sanksi hukuman yang ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal, dan diinformasikan secara jelas. Sanksi hukuman seharusnya tidak terlalu ringan atau terlalu berat supaya hukuman itu tetap mendidik seseorang untuk mengubah perilakunya. Sanksi hukuman hendaknya cukup wajar untuk setiap tingkatan yang indisipliner, bersifat mendidik, dan menjadi alat motivasi untuk memelihara kedisiplinan.
7. Ketegasan
       Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan seseorang. Pimpinan harus berani dan tegas, bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahan. Dengan demikian, pimpinan akan dapat memelihara kedisiplinan karyawannya. Sebaliknya apabila seorang pimpinan kurang tegas atau tidak menghukum karyawan yang indisipliner, sulit baginya untuk memelihara kedisiplinan bawahannya, bahkan sikap indisipliner karyawan semakin banyak karena mereka beranggapan bahwa peraturan dan sanksi hukumannya tidak berlaku lagi. Pimpinan yang tidak tegas menindak atau menghukum karyawan yang melanggar peraturan, sebaliknya tidak usah membuat peraturan atau tata tertib.
8. Hubungan Kemanusiaan
       Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara sesama karyawan ikut menciptakan kedisiplinan yang baik. Hubungan yang bersifat vertikal maupun horizontal yang terdiri dari direct single relationship, direct group relationship, dan cross relationship hendaknya harmonis.
      

KINERJA GURU


1.                            Pengertian Kinerja
Kinerja merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk melaksanakan, menyelesaikan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan harapan dan tujuan yang telah ditetapkan (Supardi, 2014: 45). Dilihat dari arti kata kinerja berasal dari kata performance, kata “performance” memberikan tiga arti, yaitu: (1) “prestasi” seperti dalam konteks atau kalimat “high performance car” atau “mobil yang sangat cepat”; (2) pertunjukkan seperti dalam konteks atau kalimat “folk dance performance” atau “pertunjukan tari-tarian rakyat”; (3) “pelaksanaan tugas” seperti dalam konteks atau kalimat “inperforming his/her duties” (Ruky, 2002: 14).
Dari pengertian di atas, kinerja diartikan sebagai prestasi, menunjukkan suatu kegiatan atau perbuatan dan melaksanakan tugas yang telah dibebankan. Pengertian kinerja sering diidentikkan dengan prestasi kerja. Karena ada persamaan antara kinerja dengan prestasi kerja. Prestasi kerja merupakan hasil kerja seseorang dalam periode tertentu merupakan prestasi kerja, bila dibandingkan dengan target/sasaran, standar, kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama ataupun kemungkinan-kemungkinan lain dalam suatu rencana tertentu (Suprihanto, 1996: 7).
Kinerja sering disebut dengan prestasi yang merupakan hasil atau apa yang keluar (outcomes) dari sebuah pekerjaan dan kontribusi sumber daya manusia terhadap organisasi. Bila diaplikasikan dalam aktivitas pada lembaga pendidikan berdasarkan pendapat di atas, maka  kinerja yang dimaksud adalah: (1) prestasi kerja pada penyelenggara lembaga pendidikan dalam melaksanakan program pendidikan mampu menghasilkan ulusan atau output  yang semakin meningkat kualitasnya; (2) mampu memperlihatkan/ mempertunjukkan kepada masyarakat (dalam hal ini peserta didik) berupa pelayanan yang baik; (3) biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk menitipkan anaknya sebagai peserta didik dalam memenuhi kebutuhan belajarnya tidak memberatkan dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat; dan (4) dalam melaksanakan tugasnya para pengelola lembaga pendidikan seperti kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikannya semakin baik dan berkembang serta mampu mengikuti dinamika kebutuhan masyarakat yang selalu berubah sesuai dengan kemajuan dan tuntutan zaman.
Kinerja mengandung makna hasil kerja, kemampuan, prestasi, atau dorongan untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Keberhasilan individu atau organisasi dalam mencapai terget atau sasaran tersebut merupakan kinerja. Kinerja adalah hasil kerja seseorang dalam suatu periode tertentu yang dibandingkan dengan beberapa kemungkinan, misalnya standar target, sasaran, atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu (Suprihanto, 1996: 16).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang telah dicapai oleh seseorang dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan berdasarkan atas standarisasi atau ukuran dan waktu yang disesuaikan dengan jenis pekerjaannya dan sesuai dengan norma dan etika yang telah ditetapkan.
Banyak faktor yang mempengaruhi mutu kinerja seseorang antara lain: (1) partisipasi SDM, (2) pengembangan karier, (3) komunkasi, kesehatan, dan keselamatan kerja, (4) penyelesaian konflik, dan (6) kebanggaan (Cascio dalam Nawawi, 2000: 244). Aspek-aspek lain yang dapat digunakan untuk menilai kerja atau prestasi kerja di antaranya: (1) kemampuan kerja, (2) kerajinan, (3) disiplin, (4) hubungan kerja, (5) prakarsa (6) kepemimpinan atau hal-hal khusus sesuai dengan bidang dan level pekerjaan yang dijabatnya.
2.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi maupun individu. Tempe mengemukakan bahwa: faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja atau kinerja seseorang antara lain adalah lingkungan, perilaku managemen, desain jabatan, penilaian kinerja, umpan balik dan administrasi pengupahan (Tempe, 1992: 3). Sedangkan Kopelman menyatakan bahwa: kinerja organisasi ditentukan oleh empat faktor antara lain yaitu: (1) lingkungan, (2) karateristik individu, (3) karakterstik organisasi, dan (4) karakteristik pekerjaan (Kopelman, 1986: 16).
Dengan demikian, dapat diartikan bahwa kinerja pegawai sangat dipengauhi oleh karakteristik individu yang terdiri atas pengetahuan, keterampilan, kemampuan, motivasi, kepercayaan, nilai-nilai, serta sikap. Karakteristik individu sangat dipengaruhi oleh karakteristik organisasi dan karakteristik pekerjaan.
3.                            Kinerja Guru
Menurut undang-undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tantang Guru dan Dosen, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 dijelaskan bahwa guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 2 UU RI No. 14 Tahun 2005).
Peningkatan terhadap kinerja guru di sekolah perlu dilakukan baik oleh guru sendiri melalui motivasi yang dimilikinya maupun pihak kepala sekolah melalui pembinaan-pembinaan. Istilah “kinerja” dalam tulisan ini dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata performance (Bahasa Inggris). Performance  didefinisikan “Performance is defined as the record of out-comes produced on a specified job function or activity during a specified time period” (Bernardin dan Russel, 1993: 378). Definisi itu bermakna kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu pula.
Kinerja guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan tugas pembelajaran di madrasah dan bertanggung jawab atas peserta didik di bawah bimbingannya dengan meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Oleh karena itu, kinerja guru itu dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan seorang guru dalam menjalankan tugasnya di madrasah serta menggambarkan adanya suatu perbuatan ang ditampilkan guru dalam atau selama melakukan aktivitas pembelajaran.
Guru yang memiliki kinerja yang baik dan profesional dalam implementasi kurikulum memiliki ciri-ciri: mendesain program pembelajaran, melaksanakan pembelajaran dan menilai hasil belajar peserta didik (Basyirudin dan Usman, 2002: 83).
Perencanaan pembelajaran dibuat oleh guru meliputi: (1) penentuan tujuan pembelajaran, (2) pemilihan materi sesuai dengan waktu, (3) strategi optimum, (4) alat dan sumber, serta (5) kegiatan belajar peserta didik, dan (6) evaluasi (Rasyidin, 1988: 63-64, Nurdin dan Usman, 2002: 86).
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi RPP. Pelaksanaan pembelajaran menurut Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah meliputi: kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup (Lampiran Permendiknas RI nomor 41 tahun 2007: 6).
Untuk menilai kinerja guru selain perencanaan, proses pembelajaran dan kemampuan membina hubungan dilakukan juga terhadap kemampuan guru dalam melakukan penilaian. Penilaian yang dilakukan guru pada saat awal, proses maupun pada akhir pembelajaran. Pada awal pembelajaran penilaian dapat dilakukan melalui free test dan apersepsi. Penilaian pada proses pembelajaran dapat dilakukan melalui observasi, tanya jawab dan diskusi. Dan penilaian pada akhir kegiatan proses pembelajaran dapat dilakukan melalui pos tes, pemberian tugas, dan sebagainya. Penilaian yang dilakukan meliputi hasil belajar dan prestasi belajar. Penilaian awal, proses dan akhir pembelajaran adalah pada awal lingkaran proses pembelajaran dilakukan penilaian mengenai peserta didik untuk mengetahui tingkat perkembangan kognitif, afektif dan kesiapan mempelajari bahan baru, bahan yang telah dipelajari sebelumnya (entering behavior), pengalaman berhubungan dengan bahan pelajaran. Selama berlangsungnya proses pembelajaran, peserta didik harus dipantau dan dinilai terus menerus, untuk mengetahui hingga manakah bahan telah dikuasai, bahan manakah yang harus dipahami, apa sebab kegagalan memahami bahan tertentu, metode dan alat manakah yang ternyata paling besar atau paling kecil manfaatnya, dan bahan manakah yang harus diajarkan kembali, kepada peserta didik mana. Pada akhir pelajaran perlu lagi diadakan penilaian untuk mengetahiu: Apakah yang telah mereka kuasai dari seluruh pelajaran, apa yang tak berhasil mereka kuasai, apakah masih perlu diberikan ulangan, latihan inforcement bagi peserta didik tertentu (Nurdin dan Usman, 2002: 14).
Selain perencanaan, pelaksanaan, kemampuan membina hubungan dan evaluasi pembelajaran, pada KTSP kinerja seorang guru dinilai dalam program remedial dan pengayaan sebagai tindak lanjut dari evaluasi pebelajaran. Program pengayaan merupakan program belajar yang diberikan kepada peserta didik yang cepat dalam menguasai kompetensi dan materi pokok bahan pelajaran. Pemberia pengayaan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik yang memiliki kecepatan dalam belajar dapat lebih ditingkaatkan lagi hasil belajarnya serta dapat mempertahankan hasil belajar yang telah dicapai serta memperoleh kesempatan berkembang secara optimal. Melalui program pengayaan peserta didik diberikan kesempatan untuk memperdalam dan memperluas pengetahuan dan keterampilan dalam bidang mata pelajaran yang digelutinya.
Program pembelajaran perbaikan atau remedial merupakan bentuk pembelajaran khusus yang diberikan guru kepada seorang atau sekelompok peserta didik yang memmiliki masalah dan kelambanan dalam belajar. Disebut pengajaran khusus karena peserta didik yang dilayani adalah pesrta didik yang dilayani adalah peserta didik yang memliki masalah dalam belajar (kurang atau tidak menguasai indikator/kompetensi dasar/materi pokok, kesalahan memahami konsep, dan sebagainya), sehingga diperlukan strategi, metode dan media pembelajaran yang khusus disesuaikan dengan permasalahan belajar yang dialami peserta didik.
Kinerja guru juga dapat ditunjukkan dari seberapa besar kompetensi-kompetensi yang dipersyaratkan dipenuhi. Kompetensi tersebut meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional (Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen).
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengolah pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perencanan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai kemampuan yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian adalah kepribadian yang mantap, skill dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Kompetensi profesi adalah kemampuan penyesuaian bahan mata pelajaran pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif denga peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
4.                            Indikator Kinerja Guru
Secara individual, kinerja seseorang ditentukan oleh beberapa bidang sebagai berikut: (a) kemampuan (ability), (b) komitmen (commitment), (c) umpan balik (feedback), kompleksitas tugas (task compleksity), (e) kondisi yang menghambat (situational constraint), (f) tantangan (challenge), (g) tujuan (goal), (h) fasilitas, keakuratan dirinya (self-aficacy), (i) arah (direction), usaha (effort), (j) daya tahan/ketekunan (persistence), (k) strategi khusus dalam menghadapi tugas (task specific strategies) (Locke and Latham, 1990: 253).
Kinerja pegawai dapat dilihat dari: seberapa baik kualitas pekerjaan yang dhasilkan, tingkat kejujuran dalam berbagai situasi, inisiatif dan prakarsa memunculkan ide-ide baru dalam pelaksanaan tugas, sikap karyawan terhadap pekerjaan dalam (suka atau tidak suka, menerima atau menolak), kerja sama dan keandalan, pengetahuan dan keterampilan tentang pekerjaan, pelaksanaan tanggung jawab, serta pemanfaatan waktu secara efektif.
Michel dikutip oleh Supardi (2013: 70) mengemukakan indikator yang berkaitan dengan variabel kinerja guru meliputi:
1.    Kualitas kerja. Indikator kualitas kerja guru terdiri dari menguasai bahan pelajaran, mengelola proses belajar mengajar, mengelola kelas.
2.    Kecepatan/ketepatan kerja. Indikator kecepatan/ketepatan kerja guru berhubungan dengan penggunaan media atau sumber belajar, menguasai landasan pendidikan, merencanakan program pembelajaran.
3.    Inisiatif dalam kerja. Indikator inisiatif dalam kerja guru terdiri dari memimpin kelas, mengelola interaksi belajar mengajar, melakukan penilaian hasil belajar siswa.
4.    Kemampuan  kerja. Indikator kemampuan kerja guru meliputi penggunaan berbagai metode dalam pembelajaran, memahami dan melaksanakan fungsi dan layanan bimbingan penyuluhan,
5.    Komunikasi. Indikator komunikasi dalam hal ini dapat memahami dan menyelenggarkan administrasi sekolah, memahami dan dapat menafsirkan hasil-hasil penelitian untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

MOTIVASI KERJA


Profesional berasal dari kata profesi yang diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan ketrampilan khusus  yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif (Webstar dalam Fachrudin dan Idrus, 2009: 1). Profesional yang berasal dari kata profesi merujuk pada orang yang menyandang profesi yang dimaksud. Jadi profesi itu menitikberatkan pada jenis keahlian/pekerjaan sedangkan profesional menitik beratkan pada individunya yang memiliki keahlian tersebut.
Cully mengartikan profesi sebagai a vocation in which professional knowledge of some department a learning science is used in its aplications yo the other or in the practice of an art found it. Ungkapan tersebut mengandung makna bahwa suatu pekerjaan profesional menggunakan teknik dan prosedur yang bertumpu pada landasan intelektual, yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian secara langsung dapat diabadikan bagi kemaslahatan masyarakat. Hakikat profesi adalah tanggapan bijaksana serta layanan dan pengabdian yang ditandai oleh keahlian, teknik dan prosedur yang mantap serta sikap kepribadian tertentu. Dengan demikian seorang guru profesional pada hakikatnya memiliki niat, kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan komitmen yang tinggi untuk mengabdikan dirinya kepada masyarakat, serta memberikan layanan dan pengabdian yang dilandasi oleh falsafah yang mantap. Oleh karena itu, guru sebagai pekerja profesional dituntut untuk memiliki kemampuan serta memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dan dewasa, agar dapat memberikan layanan profesional dan bermutu (Mulyasa, 2013: 25).
Hamalik dalam Fachrudin dan Idrus (2009: 3) mengutip pendapat Blackington bahwa a profesional may defined most sumply as a vovation which is organized, invompletely, no doub,but genuinely,for the performance of function. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen juga memberikan pengertian tentang profesional yaitu pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Suyanto dan Asep (2013: 25) memaknai profesional mengacu pada orang yang menyandang suatu profesi atau sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengan profesinya. Seseorang akan menjadi profesional bila ia memiliki pengetahuan dan keterampilan bekerja dalam bidangnya. Hakekat profesi memiliki fungsi yang penting dalam kehidupan dan perkembangan masyarakat. Kecakapan atau keahlian seorang profesional bukan sekedar hasil pembiasaan atau latihan rutin yang terkondisi. Tetapi perlu didasari wawasan yang mantap, memiliki wawasan sosial yang luas, bermotivasi dan berusaha untuk berkarya.
Dari berbagai pendapat di atas ditarik kesimpulan bahwa keprofesionalan berkaitan dengan pekerjaan yang membutuhkan standar mutu tertentu melalui pendidikan atau latihan.
Undang-undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat 1, mendefinisikan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Guru merupakan fasilitator utama di sekolah yang berfungsi untuk menggali, mengembangkan, dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik sehingga ia bisa menjadi bagian dari masyarakat yang beradab. Berbagai peran gandayang diemban guru bagi pengembangan peserta didik merupakan tugas mulia keprofesiannya, sekaligus sebagai komitmennya untuk mengembangkan pendidikan menjadi lebih baik dan berkualitas lagi, dalam rangka membangun masyarakat serta bangsa dan negara yang lebih beradab dan maju (Priansa, 2014: 36).
Sering membingungkan pengertian guru profesional dengan kompetensi profesional guru menurut Undang-undang Guru dan Dosen. Oleh karena itu perlu dijelaskan lebih lanjut agar tidak keliru menafsirkannya. Guru profesional adalah guru yang mengedepankan mutu dan kualitas layanan dan produknya, layanan guru harus memenuhi standarisasi kebutuhan masyarakat, bangsa dan pengguna serta memaksimalkan kemampuan peserta didik berdasar potensi dan kecakapan yang dimilki masing-masing individu (Yamin dan Maisah, 2010: 28). Produk guru adalah prestasi siswa dan lulusannya dari sekolah yang harus bersaing dalam masyarakat global. Oleh karena itu guru profesional harus berani berinovasi dalam pembelajaran dan mengembangkan pembelajaran bermutu, dinamis dan bermakna.
Berdasarkan uraian tentang keprofesionalan guru di atas, dapat disimpulkan bahwa keprofesionalan guru adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang dimiliki oleh guru untuk membimbing peserta didik dalam memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen pasal 7 ayat 1, dijelaskan bahwa profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip:
a.       memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme;
b.      memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan,  keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia;
c.       memiliki kualifikasi akademik atau latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugasnya;
d.      memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai bidang tugasnya;
e.       memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalannya;
f.        memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g.      memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan sesuai dengan bidang kerja;
h.      memiliki jaminan perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan;
i.        memiliki organisasi profesi yang mengatur kewenangan tugas keprofesionalan guru.
Dalam melaksanakan tugas keprofesioanalannya, guru berkewajiban: (a) merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran. (b) meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. (c) bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran (Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 20).
Pengukuran keprofesionalan guru tertuang dalam Permenagpan dan RB No. 16 Tahun 2009, bahwa kompetensi profesional guru diukur dengan dua kompetensi. Pertama adalah penguasaan materi struktur konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Dalam hal ini, rancangan, materi dan kegiatan pembelajaran, penyajian materi baru dan respon guru terhadap peserta didik memuat informasi pelajaran yang tepat dan mutakhir. Pengetahuan ini ditampilkan sesuai dengan usia dan tingkat pembelajaran peserta didik. Guru benar-benar memahami mata pelajaran dan bagaimana mata pelajaran tersebut disajikan di dalam kurikulum. Guru dapat mengatur, menyesuaikan dan menambah aktifitas untuk membantu peserta didik menguasai aspek-aspek penting dari suatu pelajaran dan meningkatkan minat dan perhatian peserta didik terhadap pelajaran. Kedua adalah kompetensi mengembangkan keprofesian melalui tindakan reflektif. Guru melakukan refleksi terhadap kinerja sendiri secara terus menerus dan memanfaatkan hasil refleksi untuk meningkatkan keprofesian. Guru melakukan penelitian tindakan kelas dan mengikuti perkembangan keprofesian melalui belajar dari berbagai sumber, guru juga memanfaatkan TIK dalam berkomunikasi dan pengembangan keprofesian jika dimungkinkan.
Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Standar Kompetensi Guru meliputi empat komponen yaitu: (1) pengelolaan pembelajaran, (2) pengembangan potensi (3) penguasaan akademik dan (4) sikap kepribadian.
Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru secara formal diterbitkan dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, PP No. 19 tentang Standar Nasional Pendidikan, Permendiknas No.16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru dan PP No. 74 tahun 2008 tentang Guru. Kompetensi guru tersebut yaitu Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial dan Kompetensi Profesional.
Pidarta menyatakan bahwa beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keprofesionalan guru antara lain adalah: (1) Meningkatkan kualitas dan kemampuan dalam pelaksanaan proses pembelajaran; (2) Berdiskusi tentang rencana pembelajaran; (3) Berdiskusi tentang substansi materi pembelajaran; (4) Berdiskusi tentang pelaksanaan proses belajar mengajar termasuk evaluasi pengajaran; (5) Melaksanakan observasi aktivitas rekan sejawat di kelas; (6) Mengembangkan kompetensi dan performansi guru; (7) Mengjakji jurnal dan buku pendidikan; (8) Mengikuti studi lanjut dan pengembangan pengetahuan melalui kegiatan ilmiah; (9) Melakukan penelitian; (10) Menulis artikel; (11) Menyusun laporan penelitian; (12) Menyusun makalah; (Menyusun laporan atau reviu buku (Priansa, 2014: 113).
Keprofesionalan guru setidaknya memenuhi persyaratan minimal kompetensi profesional yang dijabarkan dalam PP No. 74 tahun 2008 yang menyatakan bahwa kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi:
a.       Materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidkan,mata pelajaran dan atau kelompok mata pelajaran yang diampu.
b.      Konsep dan metode disiplin keilmuan teknologi atau seni yang relevan yang secara konseptual menaungi  atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.
Guru adalah salah satu faktor penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, meningkatkan kedisiplinan guru berarti juga diiringi dengan meningkatkan mutu guru. Meningkatkan mutu guru bukan hanya dari segi kesejahteraannya, tetapi juga profesionalitasnya. UU No. 14 tahun 2005 pasal 1 ayat (1) menyatakan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sebagai seorang profesional, guru harus memiliki kompetensi keguruan yang cukup. Kompetensi keguruan itu tampak pada kemampuannya menerapkan sejumlah konsep, asas kerja sebagai guru, mampu mendemonstrasikan sejumlah strategi maupun pendekatan pengajaran yang menarik dan interaktif, disiplin, jujur dan konsisten.
Berdasarkan kajian tersebut di atas, keprofesionalan guru adalah kemampuan yang dimiliki guru dengan mengedepankan mutu dan kualitas layanan yang memenuhi standarisasi kebutuhan masyarakat, bangsa dan pengguna serta memaksimalkan kemampuan peserta didik berdasar potensi dan kecakapan yang dimiliki masing-masing individu.

KEPROFESIONALAN GURU


Profesional berasal dari kata profesi yang diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan ketrampilan khusus  yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif (Webstar dalam Fachrudin dan Idrus, 2009: 1). Profesional yang berasal dari kata profesi merujuk pada orang yang menyandang profesi yang dimaksud. Jadi profesi itu menitikberatkan pada jenis keahlian/pekerjaan sedangkan profesional menitik beratkan pada individunya yang memiliki keahlian tersebut.
Cully mengartikan profesi sebagai a vocation in which professional knowledge of some department a learning science is used in its aplications yo the other or in the practice of an art found it. Ungkapan tersebut mengandung makna bahwa suatu pekerjaan profesional menggunakan teknik dan prosedur yang bertumpu pada landasan intelektual, yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian secara langsung dapat diabadikan bagi kemaslahatan masyarakat. Hakikat profesi adalah tanggapan bijaksana serta layanan dan pengabdian yang ditandai oleh keahlian, teknik dan prosedur yang mantap serta sikap kepribadian tertentu. Dengan demikian seorang guru profesional pada hakikatnya memiliki niat, kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan komitmen yang tinggi untuk mengabdikan dirinya kepada masyarakat, serta memberikan layanan dan pengabdian yang dilandasi oleh falsafah yang mantap. Oleh karena itu, guru sebagai pekerja profesional dituntut untuk memiliki kemampuan serta memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dan dewasa, agar dapat memberikan layanan profesional dan bermutu (Mulyasa, 2013: 25).
Hamalik dalam Fachrudin dan Idrus (2009: 3) mengutip pendapat Blackington bahwa a profesional may defined most sumply as a vovation which is organized, invompletely, no doub,but genuinely,for the performance of function. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen juga memberikan pengertian tentang profesional yaitu pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Suyanto dan Asep (2013: 25) memaknai profesional mengacu pada orang yang menyandang suatu profesi atau sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengan profesinya. Seseorang akan menjadi profesional bila ia memiliki pengetahuan dan keterampilan bekerja dalam bidangnya. Hakekat profesi memiliki fungsi yang penting dalam kehidupan dan perkembangan masyarakat. Kecakapan atau keahlian seorang profesional bukan sekedar hasil pembiasaan atau latihan rutin yang terkondisi. Tetapi perlu didasari wawasan yang mantap, memiliki wawasan sosial yang luas, bermotivasi dan berusaha untuk berkarya.
Dari berbagai pendapat di atas ditarik kesimpulan bahwa keprofesionalan berkaitan dengan pekerjaan yang membutuhkan standar mutu tertentu melalui pendidikan atau latihan.
Undang-undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat 1, mendefinisikan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Guru merupakan fasilitator utama di sekolah yang berfungsi untuk menggali, mengembangkan, dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik sehingga ia bisa menjadi bagian dari masyarakat yang beradab. Berbagai peran gandayang diemban guru bagi pengembangan peserta didik merupakan tugas mulia keprofesiannya, sekaligus sebagai komitmennya untuk mengembangkan pendidikan menjadi lebih baik dan berkualitas lagi, dalam rangka membangun masyarakat serta bangsa dan negara yang lebih beradab dan maju (Priansa, 2014: 36).
Sering membingungkan pengertian guru profesional dengan kompetensi profesional guru menurut Undang-undang Guru dan Dosen. Oleh karena itu perlu dijelaskan lebih lanjut agar tidak keliru menafsirkannya. Guru profesional adalah guru yang mengedepankan mutu dan kualitas layanan dan produknya, layanan guru harus memenuhi standarisasi kebutuhan masyarakat, bangsa dan pengguna serta memaksimalkan kemampuan peserta didik berdasar potensi dan kecakapan yang dimilki masing-masing individu (Yamin dan Maisah, 2010: 28). Produk guru adalah prestasi siswa dan lulusannya dari sekolah yang harus bersaing dalam masyarakat global. Oleh karena itu guru profesional harus berani berinovasi dalam pembelajaran dan mengembangkan pembelajaran bermutu, dinamis dan bermakna.
Berdasarkan uraian tentang keprofesionalan guru di atas, dapat disimpulkan bahwa keprofesionalan guru adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang dimiliki oleh guru untuk membimbing peserta didik dalam memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen pasal 7 ayat 1, dijelaskan bahwa profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip:
a.       memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme;
b.      memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan,  keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia;
c.       memiliki kualifikasi akademik atau latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugasnya;
d.      memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai bidang tugasnya;
e.       memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalannya;
f.        memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g.      memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan sesuai dengan bidang kerja;
h.      memiliki jaminan perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan;
i.        memiliki organisasi profesi yang mengatur kewenangan tugas keprofesionalan guru.
Dalam melaksanakan tugas keprofesioanalannya, guru berkewajiban: (a) merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran. (b) meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. (c) bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran (Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 20).
Pengukuran keprofesionalan guru tertuang dalam Permenagpan dan RB No. 16 Tahun 2009, bahwa kompetensi profesional guru diukur dengan dua kompetensi. Pertama adalah penguasaan materi struktur konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Dalam hal ini, rancangan, materi dan kegiatan pembelajaran, penyajian materi baru dan respon guru terhadap peserta didik memuat informasi pelajaran yang tepat dan mutakhir. Pengetahuan ini ditampilkan sesuai dengan usia dan tingkat pembelajaran peserta didik. Guru benar-benar memahami mata pelajaran dan bagaimana mata pelajaran tersebut disajikan di dalam kurikulum. Guru dapat mengatur, menyesuaikan dan menambah aktifitas untuk membantu peserta didik menguasai aspek-aspek penting dari suatu pelajaran dan meningkatkan minat dan perhatian peserta didik terhadap pelajaran. Kedua adalah kompetensi mengembangkan keprofesian melalui tindakan reflektif. Guru melakukan refleksi terhadap kinerja sendiri secara terus menerus dan memanfaatkan hasil refleksi untuk meningkatkan keprofesian. Guru melakukan penelitian tindakan kelas dan mengikuti perkembangan keprofesian melalui belajar dari berbagai sumber, guru juga memanfaatkan TIK dalam berkomunikasi dan pengembangan keprofesian jika dimungkinkan.
Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Standar Kompetensi Guru meliputi empat komponen yaitu: (1) pengelolaan pembelajaran, (2) pengembangan potensi (3) penguasaan akademik dan (4) sikap kepribadian.
Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru secara formal diterbitkan dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, PP No. 19 tentang Standar Nasional Pendidikan, Permendiknas No.16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru dan PP No. 74 tahun 2008 tentang Guru. Kompetensi guru tersebut yaitu Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial dan Kompetensi Profesional.
Pidarta menyatakan bahwa beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keprofesionalan guru antara lain adalah: (1) Meningkatkan kualitas dan kemampuan dalam pelaksanaan proses pembelajaran; (2) Berdiskusi tentang rencana pembelajaran; (3) Berdiskusi tentang substansi materi pembelajaran; (4) Berdiskusi tentang pelaksanaan proses belajar mengajar termasuk evaluasi pengajaran; (5) Melaksanakan observasi aktivitas rekan sejawat di kelas; (6) Mengembangkan kompetensi dan performansi guru; (7) Mengjakji jurnal dan buku pendidikan; (8) Mengikuti studi lanjut dan pengembangan pengetahuan melalui kegiatan ilmiah; (9) Melakukan penelitian; (10) Menulis artikel; (11) Menyusun laporan penelitian; (12) Menyusun makalah; (Menyusun laporan atau reviu buku (Priansa, 2014: 113).
Keprofesionalan guru setidaknya memenuhi persyaratan minimal kompetensi profesional yang dijabarkan dalam PP No. 74 tahun 2008 yang menyatakan bahwa kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi:
a.       Materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidkan,mata pelajaran dan atau kelompok mata pelajaran yang diampu.
b.      Konsep dan metode disiplin keilmuan teknologi atau seni yang relevan yang secara konseptual menaungi  atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.
Guru adalah salah satu faktor penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, meningkatkan kedisiplinan guru berarti juga diiringi dengan meningkatkan mutu guru. Meningkatkan mutu guru bukan hanya dari segi kesejahteraannya, tetapi juga profesionalitasnya. UU No. 14 tahun 2005 pasal 1 ayat (1) menyatakan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sebagai seorang profesional, guru harus memiliki kompetensi keguruan yang cukup. Kompetensi keguruan itu tampak pada kemampuannya menerapkan sejumlah konsep, asas kerja sebagai guru, mampu mendemonstrasikan sejumlah strategi maupun pendekatan pengajaran yang menarik dan interaktif, disiplin, jujur dan konsisten.
Berdasarkan kajian tersebut di atas, keprofesionalan guru adalah kemampuan yang dimiliki guru dengan mengedepankan mutu dan kualitas layanan yang memenuhi standarisasi kebutuhan masyarakat, bangsa dan pengguna serta memaksimalkan kemampuan peserta didik berdasar potensi dan kecakapan yang dimiliki masing-masing individu.